PENASULSEL.COM,MAKASSAR–Kasus kejahatan perbankan yang diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 66 Miliar yang terjadi pada PT Bank Negara Indonesia (Bank BNI) Cabang Makassar dalam pemberian fasilitas kredit rentang waktu tahun 2016 hingga 2018 mendapat sorotan khusus dari aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.
Ketua Umum HMI Komisariat Hukum UMI Makassar, Syarif menilai kasus tersebut telah menghianati cita-cita Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo untuk menyelamatkan perekonomian bangsa dan negara.
RM Margono Djojohadikoesoemo merupakan pendiri dari Bank Negara Indonesia (BNI) era Presiden Soekarno.
Selain itu, direktur utama pertama BNI era Presiden Soekarno tersebut juga diketahui merupakan kakek dari Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto.
Sebelumnya diberitakan, Syarif juga mendesak agar penyidik melakukan gerak cepat untuk menetapkan tersangka dan menuntaskan kasus pidana khusus tersebut.
“Kami minta penyidik tidak ragu-ragu menetapkan tersangka dalam kasus tipikor ini. Kami berharap penyidik juga mendalami peran dan keterlibatan unsur direksi atau pimpinan bank yang menjabat pada rentang waktu tersebut”, Tutur Syarif, kepada awak media, Selasa (05/11/2024).
Dalam kasus tersebut, modus kejahatannya diduga dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas kredit modal kerja yang diberikan oleh Bank melalui manipulasi nilai kontrak dan dokumen.
Sementara itu Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan saat gelar ekspose kasus di Mapolrestabes Makassar, Senin (04/11/2024) menjelaskan bahwa kasus tersebut melibatkan skema pemberian kredit dengan data yang diduga telah dipalsukan untuk memudahkan pencairan dana dari bank.
Mulanya, PT. TKM mengajukan kredit untuk menggarap proyek senilai Rp 118,8 miliar dengan PT. ST.
Lebih lanjut, Yudhi menyebut bahwa PT. TKM juga mengajukan invoice palsu sebagai syarat pencairan kredit.
Setelah mendapatkan persetujuan penambahan plafon kredit, PT. TKM kemudian mencairkan dana secara bertahap, yang mencapai total Rp 69,9 miliar dalam rentang waktu Januari 2017 hingga April 2018.
Namun, dalam permohonan kredit, nilai kontrak yang disampaikan ke bank telah dimanipulasi menjadi Rp258,3 miliar, yang jauh melebihi angka sebenarnya.
“Setelah penambahan kredit PT. TKM disetujui oleh bank, maka kurun waktu Januari 2017 sampai dengan April 2018, PT. TKM telah mencairkan fasilitas kredit modal kerja post financing secara bertahap sejumlah Rp69,9 miliar,” tukasnya.
Tidak hanya itu, dana tersebut juga dialihkan ke rekening di bank lain, yang tidak sesuai dengan perjanjian kredit awal.
Pada akhir 2019, kredit tersebut akhirnya macet. Untuk menutupi kerugian, bank melakukan eksekusi aset-aset jaminan milik PT. TKM berupa tanah dan bangunan.
Namun, setelah penjualan aset, kerugian negara tetap tercatat sekitar Rp 66 miliar yang belum tertutupi.
Hingga kini, penyidikan kasus tersebut masih berlangsung, meskipun belum ada penetapan tersangka.
“Kasus ini sudah berada pada tahap penyidikan,” terangnya.
Diketahui, kasus ini sedang ditangani oleh penyidik Unit Tipikor Satreskrim Polrestabes Makassar Polda Sulawesi Selatan.
Editor : Anwar