PENASULSEL.COM,MAKASSAR– Berbagai perjuangan dan strategi dalam memainkan peran disegala sektor didua kubu Dekopin guna mendapatkan pengakuan pemerintah sebagai Dekopin yang sah secara legalitas formil yang berdasarakan Keputusan Presiden, dua kubuh yang besar disetiap kegiatan dilevel Nasional menghadirkan beberapa Menteri Kabinet Kerja didua tokoh Koperasi Nasional.
Tulisan ini hanya sebuah catatan analisa disaat ngopi diwarkop yang tentunya jauh dari kesempurnaan. Berdasar dari putusan salah satu pertimbangan Hakim MA hanya menggunakan satu Pasal dalam UU 25/1992, yaitu Pasal 59 untuk menolok Permohonan Kasasi NH.
Sehubungan yang diajukan Penggugat adalah ; “Hasil Munas di Makassar untuk mendapatkan legitimasi sebagai Ketua Umum periode ketiga (Masa Bakti 2019-2024) sementara itu belum mendapat pengesahan dari Pemerintah yang Blberwenang sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 59 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Olehnya itu, Penggugat tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mempersoalkan keabsahan Objek Sengketa;”
Pertimbangan utama Hakim Agung ini akan sangat sulit dipatahkan, karena hal ini tegas dalam ketentuan dalam Norma UU No.25/1992 dan telah diuji pada PT-TUN Jakarta.
Olehnya itu seandainya pertimbangan hakim hanya berdasar akta, surat kuitansi dan sebagainya, maka bisa saja PK diajukan, bila ada bukti-bukti baru (novum) yang membantah akta tersebut alias ada rekayasa fakta atau kebohongan. Sehingga Hakim Agung yang mengadili perkara equo kasasi ini hanya berdasarkan pertimbangan pada pelanggaran norma yang tegas dalam UU No.25/1992.
Demikian juga, jika dikaitkan Keputusan Pengadilan Negeri Makassar dijadikan alasan mengajukan PK itu boleh boleh saja tentunya berhadapan dengan syarat pengajuan PK di MA, misalnya ;
“Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain”.
Pengadilan Negeri Makassar (PN) dan Mahkama Agung (MA) jelas bukan pengadilan yang sama dan berbeda pula tingkatan pengadilannya. Jika dilihat strata Pengadilan tentunya MA adalah pengadilan yang paling tinggi tingkatannya dalam hirarki pengadilan di Indonesia.
Dengan demikian, jika putusan hasil PN Makassar sebagai dasar untuk melakukan PK, selain bertentangan dengan syarat pengajuan PK, bahkan semakin menegaskan bahwa tidak mempunyai kedudukan hukum mengatas namakan Dekopin yang dimaksud oleh UU No.25/1992 pasal 57 dan 59.”
Yang pasti putusan MA ini telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga pengajuan PK, bila itu terjadi, tidak menghalangi eksekusi Keputusan termasuk ketegasan pemerintah untuk bersama Dekopin yang sah berdasarkan Keppres No.06/2011.
Editor : Anwar